Saat mendengarkan mata kuliah
yang sangat membosankan atau yang tidak dimengeri, mata seakan-akan secara
otomatis ingin terpejam. Hal seperti ini biasa disebut mengantuk. Ciri2 orang
yang mengantuk tidak hanya bisa diliat dari matanya, melainkan juga dari
gerak-geriknya, yaitu sering menguap. Sering sekali ketika saya secara tidak
sengaja melihat pada seseorang yang sedang menguap, beberapa detik kemudian
malah saya ikut menguap juga, begitu juga sebaliknya. Banyak orang mengatakan
bahwa menguap memang menular. Tapi benarkah itu? Apakah kejadian seperti ini
bisa dijelaskan secara ilmiah? Beginilah jawabannya.
Sebuah kelompok di Finlandia
mencoba menelusuri jawabannya melalui sebuah studi. Studi tersebut menyatakan
bahwa ternyata di dalam otak terdapat sirkuit yang menganalisis dan memerintah
kita untuk mengikuti gerakan orang lain. Sirkuit ini disebut sebagai
"sistem neuron cermin" atau mirror-neuron
system karena mengandung jenis khusus dari sel-sel otak atau neuron, yang
menjadi aktif ketika pemiliknya melakukan sesuatu dan merasakan orang lain
melakukan hal yang sama. Cermin neuron menjadi aktif ketika seseorang meniru
tindakan orang lain. Proses ini mirip dengan proses belajar. Namun belakangan,
peran sistem ini terhadap penularan proses menguap mulai diragukan. Beberapa
peneliti mengungkapkan bahwa sistem ini
tidak tampak bekerja pada saat terjadinya menguap yang menular ini.
Sejak saat itu, teori-teori lain
juga dikemukakan. Ada yang menyebutkan bahwa penularan tersebut diperantarai
oleh bagian otak yang disebut sulkus temporal superior, ada pula yang
mengatakan karena penularan terjadi karena deaktivasi periamigdala, suatu
bagian di dalam otak. Namun seluruh teori ini juga belum dapat dibuktikan
kebenarannya.
Belakangan ini, sebuah studi lain
di tahun 2007 mengemukakan bahwa anak dengan gangguan autism tidak mengalami
peningkatan frekuensi menguap setelah melihat video orang-orang yang menguap.
Hasil ini berkebalikan dengan hasil anak lain yang normal. Dari studi ini,
mereka menyimpulkan bahwa penularan menguap disebabkan oleh empati.
Hal ini juga didukung oleh
penelitian lain. Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Cognitive
Brain Research oleh Steven Platek, PhD, psikolog dari State University of New
York di Albania, menyebutkan bahwa penularan menguap merupakan respons
empatetik, sama halnya seperti tertawa. Artinya, menguap menjadi cara dalam
menunjukkan empati kita terhadap perasaan orang lain. "Menguap tidak hanya
bisa dipicu setelah melihat orang lain menguap, tetapi juga mendengarkan,
membaca, atau bahkan berpikir tentang menguap,” kata Platek, yang memimpin
penelitian tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar